Kelas Pintar …..
Istilah baru yang sempat
membuat ramai grup wali murid.
Ada kesan
mengkotak-kotakkan siswa pintar dan tidak pintar
Secara umum sudah
diketahui bahwa pintar bukan hanya terdiri dari satu kategori.
Kategori cerdas bukan
hanya milik dari cerdas secara akademik, cerdas matematika khususnya.
Namun, paradigma pintar
dan cerdas sudah lama bergeser dari satu kategori menjadi beberapa kategori
seperti cerdas linguistik, cerdas emosional, cerdas kinestetik dan kecerdasan
lainnya.
Dua hari bergabung
bersama calon guru SC (Sekolah Centre) Al-Azhar dalam upaya menyatukan visi dan
konsep pembelajaran dengan adanya kelas pintar, satu persatu pertanyaan mulai
terungkap dan terangkai menjadi sebuah pemahaman baru.
1. Matematika Nalaria, berbeda dengan
matematika pada umumnya. Matematika pada umumnya hanya mengajarkan kepada siswa
akan sebuah rumus, sebuah aturan dan sebuah alur penyelesaian tunggal, dimana secara
tidak sadar, siswa lebih diarahkan untuk menjadi pengganti alat hitung. Hal ini
akan membuat siswa kesulitan memahami matematika di tingkat lanjut. Matematika
nalaria mengajak siswa menalar,mengajarkan konsep dasar dari matematika,
sehingga siswa mengerti dari mana sebuah rumus berasal. Siswa akan terbiasa
berfikir runtut dalam menghadapi persoalan matematika, diawali dengan menganalisis
masalah, menarik kesimpulan dan menyelesaikan permasalahan yang real atau nyata
berdasarkan konsep dasar. Diharapkan, dengan mengasah kemampuan siswa dalam menalar
dan memecahkan masalah, maka siswa akan terbentuk menjadi seseorang yang
terbiasa berfikir cerdas dalam menghadapi permasalahan. Inilah alasan kenapa
ada istilah kelas pintar, kelas yang bertujuan membuat siswa manapun menjadi suka
dan pintar matematika nalaria, bukan kelas yang diadakan khusus untuk siswa
yang pintar matematika.
2. Cita-cita membentuk generasi yang
cerdas dan berakhlak mulia menjadi nilai tambah tersendiri. Sehingga siswa
tidak hanya di ajarkan matematika nalaria saja, namun juga memiliki PR dan
lembar kegiatan ibadah wajib dan sunnah yang harus diisi.
3. Kelas Matematika Nalaria bukan hanya
kelas yang bertujuan akhir pada kompetisi dan medali, tapi lebih kepada
penanaman konsep nalar dalam memecahkan persoalan matematika. Dalam konsep
nalar, siswa tidak harus pintar matematika. Dilevel awal, siswa mengenal konsep
matematika dengan cara simulasi dan bermain, bukan hafalan. Sehingga konsep
dasar benar-benar akan melekat dan menjadi senjata dalam pengembangan konsep
selanjutnya. Endingnya, pada level akhir, diharapkan cara berfikir siswa dapat
berada pada level HOTS (Higher order thinking skills), berfikir out of the box. Dimana siswa dapat menemukan cara penyelesaian yang baru, yang berbeda dari cara penyelesaian yang
ada, yang memerlukan waktu penyelesaian lebih cepat dari trik-trik yang biasa
diajarkan di bimbel pada umumnya. Perlu kita ketahui bahwa cara berfikir pada
level sekedar paham, mengetahui, menerapkan sebuah rumus dan menyelesaikan
persoalan matematika, merupakan cara berfikir pada level LOTS (Lower Order
Thinking Skills).
Jadi…selama ini….kita
berada pada cara berfikir di level mana? Lalu bagaimana dengan anak-anak kita?
Anak-anak yang lain? Generasi yang akan datang? Tidaklah heran kalau negara
yang kaya ini belum menjadi negara yang hebat.
Semoga dengan adanya kelas Matematika Nalaria
ini, akan semakin banyak mengubah cara berfikir generasi yang akan datang,
sehingga dapat menjadi, “Generasi Cerdas
Yang Berakhlak Mulia”.
